BELLA : Sekolah Tak Perlu Air Mata

IMG_20160121_200700

Judul Buku : BELLA : Sekolah Tak Perlu Air Mata
Penulis : Munif Chatib
Penyunting Naskah : Budhyastuti R.H
Desainer Sampul : Rizqa Sadida
Ilustrasi Isi : Salsabila Chatib
Penerbit : PT. Mizan Pustaka
Cetakan I : Juli 2015
ISBN : 978-602-0851-15-0
Halaman : 200 hal

Buku dapat di beli : Bukupedia.com

Blurb

“Barisan Angka dan Huruf X atay Y, Simbol =,+, dan lain-lain tiba-tiba berdiri semua. Lalu berjalan pelan-pelan menuju baju bella, mencoba meraih kancing baju Bella. Dan satu per satu memanjat sampai ke leher. Jumlahnya bertambah banyak, memaksa membuka mulut Bella. Bella mencoba menutup mulutnya dengan tanganya.Terlambat satu angka berhasil lolos…Akhirya , Bella tersungkur di mejana tak kuat lagi

Itulah yang terjadi setiap kali Bella menghadapi lembar soal matematika. Mungkinkah Alwan dan Salma membawa Bella, sang putri tercinta, keluar dari derita disleksia dan diskalkulia? Menyembuhkan luka hati terdalam? “

Ini adalah novel pendidikan yang kubaca pertama kalinya. Novel yang berkisah tentang sepasang suami istri yang mempunyai anak dengan memiliki hambatan disleksia dan diskalkulia. Mungkin beberapa orang bertanya apa itu disleksia dan diskalkulia. Apakah itu penyakit yang berbahaya, apakah penyebabnya, apakah menular, apakah dapat sembuh..? dan sederet pertanyaan lainnya. Novel ini sedikit banyak dapat menjawab pertanyaan pertanyaan ini.

Buku ini diawali dengan kisah perjuangan Salma yang sedang melahirkan anak pertamanya dengan Alwan suaminya. Setelah sepuluh jam berjuang, akhirnya lahirlah anak perempuan yang cantik dan sehat, berbeda dengan ibunya, Salma koma selama empat hari akibat pendarahan hebat yang dialami saat melahirkan. Setelah empat hari koma Salma kemudian sadar dan menanyakan akan diberinama siapa anaknya.

“Salsabila. Kukutip dari Surah Al-Insaan ayat 18. nanti penhuni surga akan diberi minuman khas oleh Allah yang diambil dari sebuah mata air di surga. Mata air suga itu bernama Salsabil” (pg: 06)

Kebahagiaan sepasang suami istri tersebut terhenti saat dokter memberitahukan bahwa ada masalah pada dinding rahim Salma, semacam penipisan dinding rahim atau Adenomiosis yang mengakibatkan kemungkinan Salma untuk hamil lagi sulit. Sebuah kenyataan yang sedikit mengikis senyum Salma dan Alwan, tetapi Alwan mencoba menghibur dan memotivasi agar selalu bersyukur . Dua Tahun berlalu, Bella, panggilan untuk Salsabila tumbuh tidak seperti anak normal seusianya, di usianya yang sudah dua tahun tersebut, harusnya Bella sudah dapat berbicara lancar, tetapi Bella hanya dapat mengatakan ba-ba dan ma-ma. Alwan dan Salma gelisah, khawatir anaknya bisu, autis atau hambatan lainnya, bagaimana dengan sekolahnya nanti, bagaimana dengan masa depannya…berbagai kekhawatiran muncul di pikiran mereka. Sebagai seorang psikolog Alwan mencari tahu penyebab dan hal-hal yang berkaitan dengan perkembangan Bella.  Alwan bekerja sebagai motivator di sebuah perusahaan, pengetahuannya sedikit banyak membantu dalam mendidik Bella, dibantu oleh seorang sahabatnya Jauhari yang juga Psikiater.

Dari Jauhari, Alwan mengetahui kalau Bella mengalami hambatan yang bernama “Disleksia”

“Disleksia itu hambatan di otak yang menyebabkan seorang anak sulit berbicara. Penyebab utamanya adalah masalah nutrisi pada saat ibunya hamil” (pg: 12)

Alwan kemudian mencari tahu tentang disleksia, ternyata orang-orang besar yang sukses di kemudian hari seperti Albert Einstein adalah penderita disleksia, baru dapat membaca saat kelas 4 SD, tetapi ternyata disleksia tidak menjadi hambatan bahkan membuatnya menjadi lebih maju dibanding orang-orang normal lainnya. Hal ini memotiasi Alwan dan Salma untuk terus berjuang dan semangat mendampingi Bella dalam setiap perkembanganya.Saat hendak mendaftar sekolah TK, Salma dan Alwan mengajak Bella yang kelihatan sangat semangat sekolah. Meskipun dalam hati mereka muncul kekhawatiran kalau Bella tidak dapat diterima sekolah, mengingat kondisinya yang ada hambatan. Dan ternyata kekhawatiran Alwan dan Salma terbukti, guru di sekolah tersebut tidak menerima Bella karena dianggap Bella tidak dapat bicara, bisu sehingga tidak akan dapat mengikuti pelajaran di sekolah ini. Saat di tes Bella tidak menjawab bahkan ketakutan dan akhirnya menangis. Alwan dan Salma kecewa karena hanya akan masuk TK saja Bella tidak dapat diterima, mereka pulang dengan hati terluka.

Akhirnya Bella dapat bersekolah di sebuah komunitas belajar bernama Taman Bermain Kupu-Kupu. Di sekolah ini tidak ada tes masuk, kata gurunya “mau bermain tidak usah di tes”. Sekolah ini tidak jauh dari rumahnya, jumlah siswanya juga baru sedikit 25 anak tetapi Bella nyaman dan senang sekolah di sini. Sekolah ini tidak diajarkan calistung hanya bermain sambil belajar.  Tiba saatnya Bella selesai dari masa taman kanak-kanaknya dan memasuki jenjang SD. Setelah mencari informasi dan bercerita kondisi Bella, akhirnya Bella dapat masuk ke SD tersebut.

Pada awalnya Bella menikmati belajar di SD tersebut, karena teman-temannya sangat baik dan menyenangkan. Salah satu kelebihan Bella adalah mudah bergaul dan mendapatkan teman. Hingga suatu peristiwa pahit membuat Bella mogok sekolah, bahkan menjadi sakit. Saat guru matematikanya memberikan soal tes 10 soal dan 1 soal cerita, tetapi Bella hanya menjawab 1 soal cerita sedangkan soal yang angka-angka tidak dijawab satupun, sehingga gurunya marah dan mengatakan Bella’bodoh”. Sejak saat itu Bella tidak mau sekolah bahkan Bella sakit, dan akan mual-mual kalau melihat matematika atau bertemu guru matematikanya. Hampir sebulan Bella tidak sekolah, dan di akhir tahun pelajaran Bella dinyatakan tidak naik kelas. Bella mempunyai hambatan baru “Diskalkulia”

“Bella akan susah sekali terasah kemampuan menghitungnya. itulah yang dinamakan diskalkulia. yang disebabkan oleh trauma psikologis. Trauma inilah yang menghilangkan kemampuan Bella dalam hal menghitung atau apapun yang berkaitan dengan angka” (pg: 128)

Dalam buku ini juga selintas di ceritakan tentang seorang guru muda bernama Pa Halim Ilham, Guru SD Bunga Bangsa yang mempunyai pemikiran dan konsep sekolah yang berbeda dari kebanyakan, ide-idenya seringkali bersebarangan dengan kepala sekolah hanya hanya memikirkan keuntungan semata. Pa Halim mempunyai pemikiran bahwa sekolah harusnya untuk semua anak tanpa terkecuali, apakah anaknya pinter, baik atau nakal bahkan yang mempunyai hambatan juga harus diterima. Jadi tidak tes saat masuk sekolah tetapi hanya observasi.

Bella dipindahkan ke sekolah SD Bunga Bangsa, setelah Alwan melihat sendiri sekolah dan gurunya yang lebih ramah dan menghargai setiap anak.  Dan di sekolah ini Bella mendapatkan penanganan yang baik sehingga memunculkan potensinya. Bella ternyata mempunyai bakat dalam bidang gambar. Bahkan ketika ditanya apa cita-citanya, dia menjawab menjadi Desain baju internasional, sebuah cita-cita yang berbeda dengan anak-anak SD pada umumnya.

“Fokus pada Kecerdasan, Jangan pada Hambatan” (pg:129)

Membaca novel ini, serasa saya sedang bercerita dan ngobrol langsung dengan penulisnya, saya mengenal beliau dan beberapakali bertemu. Cerita ini kemungkinan besar terinspirasi dari kisah hidup Beliau sendiri bersama putrinya. Bella yang sekarang sudah kuliah dan menjadi Desainer Baju

Dalam setiap awal bab terdapat gambar-gambar yang didesain oleh Bella sendiri dan ini membuat makin menarik novel ini, ditambah lagi cover bukunya yang mewakili isi cerita ini. Kepiawaian Munif Chatib dalam merangkai kata juga terlihat dalam puisi-puisi yang ditulis di setiap akhir bab. Sebagai seorang motivator dan konsultan pendidikan nasional Munif Chatib mampu menghipnotis pembaca, sehingga saya beberapa kali menitikan airmata membaca novel ini. Apalagi secara kebetulan nama Salsabila adalah juga nama anak saya, yang Alhamdulillah Alloh menganugerahkan kami anak yang sehat, cerdas dan tidak ada mempunyai hambatan, sepertinya bakatnya Bella menggambar juga sedikit ada pada anak saya Salsabila

IMG_20160121_201045Ini adalah buku terbaru dari Munif Chatib sekaligus novel pertama yang di tulisnya. Selama ini Munif Chatib dikenal sebagi penulis buku-buku pendidikan, telah menerbitkan 5 buku tentang sekolah antara lain ” Sekolahnya Manusia (2009), Gurunya Manusia (2010), Orangtuanya manusia (2012), Sekolah Anak-Anak Juara (2012) dan Kelasnya Manusia (2013). Selain sebagai penulis buku, Munif Chatib juga seorang praktisi pendidikan. Munif Chatib pernah menjadi konsultan di berbagai sekolah di Indonesia. Konsep pendidikan yang diusung Munif Chatib adalah Multiple Intelegence (Kecerdasan Majemuk)

Saya biasanya cepat mengantuk kalau membaca buku-buku teori pendidikan, tetapi dengan membaca novel pendidikan ini membuatku ketagihan untuk terus membaca sampai akhir cerita ini. Jadi buku ini sangat recomended buat orangtua, guru, para pemerhati pendidikan atau siapapun yang peduli dengan nasib anak bangsa ini.

IMG_20160121_200827

Tulisan ini diikutsertakan dalam Lomba Resensi Bukupedia.com

Diterbitkan oleh siti nuryanti

I'm wife.. a mom with 2 kids and employee full time...but i always have time to read a books

9 tanggapan untuk “BELLA : Sekolah Tak Perlu Air Mata

  1. Memang harusnya guru tidak membeda-bedakan murid ya Mbak. Tiap murid kan punya kelebihan dan kekurangan masing-masing… Bagus ulasannya, saya jadi ingin memiliki bukunya. Jarang lho, novel bertema pendidikan di Indonesia…

    Suka

Tinggalkan komentar